"Pemuda Islam" merupakan Solusi dari Problematika Kehidupan hari ini.

Baiklah Ikhwafillah, ucapan terima kasih sebelumnya telah berkunjung di blog saya, jujur saya masih fakir ilmu dan masih belajar untuk menjadi penulis hebat, semoga ini tidak menghilangkan esensi dari tulisan ini, dan saya berharap ikhwafillah membaca tulisan ini sampai habis agar dapat menjadi referensi ataupun sedikit pengetahuan bagi ikhwafillah.

Baiklah langsung saja, sebelumnya saya akan mengawali tulisan saya ini dengan perkataan yang tak asing ditelinga ikhwafillah, jikapun belum pernah mendengarkan tak apa saya jelaskan, yaitu perkataan yang menjadi salah satu motivasi bagi diri saya selaku pemuda Islam, yang diungkapkan oleh Imam Syahid Hasan Al-Banna.,

"Umat Islam harus mengetahui bahwa beban dakwah ini hanya dapat dipikul oleh mereka yang telah memahami dan bersedia memberikan apa saja yang kelak dituntut olehnya, baik waktu, kesehatan, harta bahkan darah".
-Hasan Al-Banna-

Tak ayal bahwasanya dasar kita bergerak dan melakukan segala sesuatu yaitu berdasarkan Al-fahmu (pemahaman), ketika kita sudah memiliki pemahaman tentang hal-hal yang subtansial dari dakwah, akan dengan mudah kita untuk menyentuh hati objek yang kita dakwahi. Namun tak hanya itu seorang da'i yang sudah memiliki pemahaman akan pentingnya dakwah Islam, dia akan rela mengorbankan waktu, pikiran, tenaga, materi, bahkan nyawanya hanya untuk kepentingan dakwah Islam seperti yang dikatakan oleh Imam Syahid Hasan Al-Banna diatas.

Sebagaimana juga dulu para sahabat yang memberikan kehidupannya dan menginfaqkan hartanya untuk kepentingan dakwah Islam. Dan sedikit kisah para sahabat mengenai hal ini bagaimana dulu para sahabat rela menginfaqkan hartanya untuk dakwah Rasulullah.,

Begitu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di kota Madinah, unta beliau menderum di kebun milik dua orang anak dari kalangan sahabat beliau. Maka, tempat itulah yang dijadikan sebagai areal masjid. Kedua anak tersebut lebih memilih menghibahkan tanah itu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Di dalam hadis tentang peristiwa hijrah yang panjang disebutkan, “Lalu, beliau mengendarai binatang tunggangannya dengan diiringi orang-orang. Sampai akhirnya, binatang tersebut menderum di lokasi (calon) masjid Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Madinah. Di tempat itu, hari itu juga beliau mendirikan shalat bersama kaum muslimin. Lokasi tersebut adalah kebun kurma milik Suhail dan Sahl, dua orang anak yatim yang berada di bawah asuhan As’ad bin Zurarah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ketika binatang tunggangannya menderum di tempat tersebut, ‘Tempat ini, insya Allah, akan menjadi tempat tinggal (saya).’ Kemudian, beliau memanggil dua orang anak pemilik tanah tersebut dan menawar tanah mereka untuk dijadikan masjid. Keduanya berkata, ‘Tidak, bahkan kami menghibahkannya untukmu, wahai Rasulullah.’

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam enggan untuk menerimanya sebagai hibah, hingga beliau membelinya dari keduanya ….” (H.r. Bukhari, no. 3906).
Lihatlah, salah seorang dari kaum muda sahabat. Ketika ia menerima warisan dari ibunya berupa sejumlah harta yang menyenangkan jiwa, ia bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang sedekah yang mesti ia keluarkan. Diriwayatkan dari Uqbah bin Amir, ia berkata, “Seorang anak datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam –menurut riwayat lain, “Seorang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam–, ‘Wahai Rasulullah, ibuku telah meninggal dan meninggalkan perhiasan. Apakah aku boleh menyedekahkannya atas nama ibuku?’ Beliau bertanya, ‘Ibumu menyuruhmu untuk melakukannya?’ Ia berkata, ‘Tidak.’ Beliau bersabda, ‘Tahanlah kalung ibumu itu.'”

Ubaidillah bin Abbas terkenal sebagai seorang dermawan. Ibnu Sa’ad berkata, “Abdullah dan Ubaidillah, dua orang putra Abbas. Jika keduanya datang ke kota Mekah maka Abdullah menyebarkan ilmu ke segenap penduduknya, sedang Ubaidillah membagi-bagikan makanan untuk mereka. Ubaidillah adalah seorang pedagang.”
Pada perisitiwa perang Khandaq, di saat penderitaan kaum muslimin menjadi-jadi, Jabir merasa sedih melihat kondisi yang menimpa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia memiliki kisah kepahlawanan tersendiri yang ia tuturkan sendiri, “Pada hari-hari pertempuran Khandaq, kami menggali parit. Ada sebongkah batu keras yang menghalang. Orang-orang datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata, ‘Ada batu keras yang melintang di parit.’ Beliau bersabda, ‘Aku yang akan turun (tangan).’ Lalu, beliau berdiri, sedangkan ketika itu ada batu yang terikat di perut beliau. Kami melewati tiga hari tanpa menyantap makanan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil godam dan memukulkannya (ke batu), hingga batu itu hancur menjadi pasir berhamburan. Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, izinkan aku kembali pulang ke rumah.’ Aku berkata kepada istriku, ‘Aku melihat pada diri Rasulullah sebuah kesabaran. Apakah kamu ada sedikit makanan?’ Istriku menjawab, ‘Aku punya gandum dan seekor anak kambing.’ Aku pun menyembelih kambing dan menumbuk gandum. Lalu, aku masukkan daging ke dalam periuk.
Aku datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika adonan telah melunak dan daging dalam wadah di atas tungku hampir matang. Aku berkata, ‘Aku mempunyai sedikit makanan, silakan Anda datang bersama satu atau dua orang ke rumahku.’ Beliau bertanya, ‘Seberapa banyak makanan itu?’ Aku beritahukan jumlahnya. Beliau bersabda, ‘Makanan yang banyak dan baik.’ Beliau melanjutkan, ‘Katakan kepada istrimu untuk tidak mengangkat pembakaran dan adonan roti dari perapian hingga aku datang.’ Beliau berkata kepada para sahabatnya, ‘Bangkitlah kalian!’ Maka, segenap kaum Muhajirin dan Anshar bangkit berdiri.” Ketika Jabir masuk menemui istrinya, ia berkata, “Rasulullah akan datang bersama kaum Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang ada bersama mereka.” Istrinya bertanya, “Apakah beliau menanyakan sesuatu kepadamu?” Jabir menjawab, “Ya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Masuklah kalian dan jangan berdesak-desakan.”

Beliau mulai memotong-motong roti dan menaruh daging di atasnya, lalu menutup periuk dan perapian bila mengambil (daging atau roti) darinya. Lalu, beliau mendekatkannya kepada para sahabatnya dan mengambilkannya. Beliau terus memotong-motong roti hingga semua orang kekenyangan, dan ternyata makanan itu masih tersisa.” Jabir berkata kepada istrinya, “Makanlah ini dan hadiahkanlah, sungguh orang-orang sedang ditimpa kelaparan.” (H.r. Bukhari, no. 4101; Muslim, no. 2039)

Barangkali, pemuda Islam saat ini tidak memahami nilai harta bagi keluarga mereka sebab mereka masih hidup di bawah tanggungan biaya keluarga. Adapun mereka, generasi muda sahabat, sangat dermawan menginfakkan harta meskipun hanya sedikit yang mereka miiki. Bahkan, sebagian di antara mereka ada yang rela melewati malam dalam kondisi lapar. Bahan, makanan untuk diri dan keluarganya ia infakkan di jalan Allah.
Alangkah bagusnya bila pemuda Islam melatih dirinya berinfak dan berderma. Yang menjadi tolak ukur bukan besaran harta yang diinfakkan, melainkan niat tulus yang dengannya mereka mendermakan sedikit harta yang dimiliki. Jumlah yang sedikit ini teramat besar di sisi Allah. Dia tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.
Begitulah perilaku yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para sahabatnya, yakni ketika beliau bersabda,

Tidak seorang pun di antara kalian kecuali dia akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat. Tidak ada penerjemah antara dirinya dengan Allah. Kemudian ia melihat ternyata tidak ada sesuatu pun yang ia persembahkan. Selanjutnya, ia menatap ke depan ternyata neraka telah menghadangnya. Oleh karena itu, barang siapa di antara kalian yang bisa menjaga diri dari neraka, meski hanya dengan (memberikan) sebelah kurma (maka lakukanlah).”

Menurut riwayat yang lain, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan perihal neraka. Lalu beliau memohon perlindungan darinya dan memalingkan wajah beliau. Beliau kembali menyebutkan perihal neraka, lalu memohon perlindungan darinya dan memalingkan wajah. Syu’bah berkata, ‘Untuk dua kali tindakan yang beliau lakukan, aku tidak meragukannya.’ Kemudian beliau bersabda, Jagalah diri kalian dari neraka meski hanya dengan (menginfakkan) sebelah kurma. Biarpun yang tidak mendapatkannya, maka hendaknya ia mengucapkan kata-kata yang baik’."

Diatas merupakan kisah sahabat yang rela dan ikhlas memberikan apapun hanya untuk kepentingan dakwah, dan jelas sekali bahwa apa yang mereka lakukan itu semata-mata atas dasar pemahaman mereka terhadap urgensi dari dakwah Islam itu. Namun yang menjadi persoalan hari ini adalah masyarakat kita sekarang sudah menjelma menjadi masyarakat yang materialistis dan hedonistik, banyak dikalangan masyarakat yang lebih berorientasi pada hal-hal yang menyangkut materi dan kesenangan dunia, mereka melakukan segala sesuatu berdasarkan kepentingan sendiri tanpa memperdulikan keadaan agama, bangsa dan masyarakat disekitar mereka, orang-orang seperti ini sudah sangat mudah untuk ditemukan dinegara kita.

Hedonisme (orientasi yang memburu kesenangan) kini menjadi paham yang begitu laris dianut oleh masyarakat. Tiap hari mereka hanya bersenang-senang, hura-hura di jalan-jalan, dikelab-kelab malam, tempat wisata musim panas; yang semua itu bertentangan dengan wasiat Islam agar kita selalu memiliki sikap iffah, luhur, suci, senantiasa sungguh-sungguh dalam semua urusan-urusan, dan meninggalkan semua bentuk keterlenaan. Hal itulah yang menyebabkan banyak terjadinya ketidakpedulian atau apatisme yang terjadi dinegeri ini.
Umat Islam dan pemudanya harus berusaha sekuat tenaga dengan power dan hukum untuk membasmi semua gejala kerusakan sosial. Mereka tidak boleh lemah dan berhenti dari melakukan itu.
Pengalaman dan rentetan peristiwa telah mengajarkan kepada kita bahwa penyakit yang menggerogoti kehidupan bangsa kita hari ini ternyata begitu beragam. Secara politik mereka terjajah oleh musuh-musuhnya, sementara rakyatnya terpecah-belah dalam intrik-intrik kepartaian. Dalam bidang ekonomi sistem riba merajalela, perusahaan-perusahaan asing menguasai hampir seluruh sektor ekonomi dan eksploitasi sumber daya alamnya, pribumi tak mendapatkan tempat untuk berkerja karena banyak orang asing yang mengelola kekayaan alam negeri ini. Dalam bidang pemikiran, berbagai isme telah merancukan ideologi, aqidah, kesadaran, dan pola pikir putera-putera bangsanya.

Dalam bidang sosial, dekadensi moral dan hedonisme (seperti yang saya jelaskan diatas) telah mencabut akar keluhuran budi pekerti dan rasa kemanusiaan mereka warisi dari pendahulu-pendahulu mereka. Sementara demam kebarat-baratan telah merubah gaya hidup dalam semua sisinya secara begitu cepat, secepat aliran bisa ular yang menjalar keseluruh tubuh melalui pembuluh darah, dan akhirnya mengeruhkan ketenangannya. Dalam bidang pendidikan, bangsa-bangsa timur dililit oleh sistem pendidikan barat yang terbukti telah gagal membangun generasi penerus yang akan mengemban amanah kebangkitan dimasa yang akan datang.

Selanjutnya dalam bidang kejiwaan ia telah dijangkiti oleh yang membinasakan, kemalasan dan apatisme, kepengcutan dan kerendahdirian, sikap tidak jantan, egoisme, dan kebakhilan, yang semua itu telah berhasil mengikis semangat berkorban dalam berdakwah kepada Islam dan menyeret umat Islam keluar dari barisan para mujahidin menuju barisan orang-orang yang lengah dan lalai.

Dari semua problematika yang terjadi kita sebagai pemuda Islam harus menjadi garda terdepan dalam memerangi semua permasalahan yang ada, karena sesungguhnya sebuah pemikiran perubahan itu akan berhasil diwujudkan manakala kuat rasa keyakinan kepadanya, ikhlas dalam berjuang di jalannya, semakin bersemangat dalam merealisasikannya, dan kesiapan untuk beramal dan berkorban untuk mewujudkannya, berkorban layaknya kisah sahabat diatas.

Dan juga seperti keempat rukun ini, yakni iman, ikhlas, semangat, dan amal merupakan karakter yang seharusnya melekat pada pemuda Islam, karena sesungguhnya dasar keimanan itu adalah nurani itu adalah nurani yang menyala, dasar keikhlasan adalah hati bertakwa, dan dasar semangat adalah perasaan yang menggelora, dan dasar amal adalah kemauan yang kuat. Itu semua tidak terdapat pada pada siapapun kecuali pada kita sebagai pemuda Islam hari ini.

Oleh karena itu, sejak dulu hingga sekarang kita sebagai kaula muda merupakan pilar perubahan itu dan pilar kebangkitan. Dalam setiap kebangkitan itu, pemuda merupakan rahasia kekuatannya. Dalam setiap fikrah, pemuda adalah pengibar panji-panjinya.,

"Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan kami tambahkan kepada mereka petunjuk." (Al-Kahfi: 13).
Terima kasih telah berkunjung.
Maaf bila kurang menarik, jika ada kritik, saran atau masukan, tafadhol dikomentari. Masih perlu pembelajaran dalam menyampaikan gagasan dan penulisan.
Semoga bermanfaat Ikhwafillah.
Salam dari saya pemuda Islam yang masih fakir ilmu, Dwiki Sandy.

Komentar