AKSI ITU PENTING! MENGAPA?

Oleh: Kepala Dinas POLKASTRAT BEM KM FKIP UNSRI 2018/2019

Menurut KBBI Aksi merupakan gerakan, tindakan, sikap.

Aksi adalah suatu bentuk gerakan atau tindakan mengenai sesuatu yang dirasa baik untuk dilakukan dalam menyelesaikan suatu masalah.


Dari definisinya aksi memiliki tujuan yang baik, dilakukan untuk menyelesaikan suatu masalah. Lantas mengapa banyak mahasiswa sekarang memandang aksi yang dilakukan oleh kebanyakan mahasiswa sekarang ini merupakan perbuatan yang kurang baik untuk dilakukan, banyak mahasiswa berpikir bahwa aksi itu identik dengan kekerasan, anarkis, namun tak banyak yang berpikir bahwa ada tujuan mulia dibalik aksi yang dilakukan oleh mahasiswa.

Bagaimana saya bisa percaya itu?
Mari saya mengajak anda untuk melihat sejarah pergerakan mahasiswa yang mungkin jarang anda baca.


“Sejarah dunia adalah sejarah orang muda, apabila angkatan muda mati rasa, maka matilah sejarah sebuah bangsa
-Pramoedya  Ananta Toer-

Mahasiswa mempunyai peranan penting dalam mengubah sejarah kebangsaan dan perjalanan demokrasi di Indonesia. Catat saja bagaimana peranan mahasiswa mampu merubah wajah perpolitikan saat ini dengan gerakan reformasinya.
Jauh beberapa tahun kebelakang kita mengenal angkatan gerakan kemahasiswaan dengan segala momentum sejarah kebangsaan di tanah air.
Gerakan Mahasiswa Tahun 1966
Dikenal dengan istilah angkatan 66, gerakan ini adalah awal kebangkitan gerakan mahasiswa secara nasional, dimana sebelumnya gerakan-gerakan mahasiswa masih bersifat kedaerahan. Tokoh-tokoh mahasiswa saat itu adalah mereka yang saat ini berada pada lingkar kekuasaan atau pernah pada lingkar kekuasaan.

Sebut saja Akbar Tanjung yang pernah menjabat sebagai Ketua DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) periode tahun 1999-2004. Dia adalah salah satu aktivis mahasiswa angkatan 66 tersebut.
Angkatan 66 mengangkat isu Komunis sebagai bahaya laten Negara. Gerakan ini berhasil membangun kepercayaan masyarakat untuk mendukung mahasiswa menentang Komunis yang ditukangi oleh PKI (Partai Komunis Indonesia).

Kala itu Eksekutif beralih dan berpihak kepada rakyat dengan dikeluarkannya SUPERSEMAR (surat perintah sebelas maret) dari Presiden Sukarno kepada penerima mandat Suharto. Peralihan ini menandai berakhirnya ORLA (orde lama) dan berpindah kepada ORBA (orde baru).
Angkatan 66 pun mendapat hadiah yaitu dengan banyaknya aktivis 66 yang duduk dalam kabibet pemerintahan ORBA.

Gerakan Mahasiswa Tahun 1972

Gerakan ini dikenal dengan terjadinya peristiwa MALARI (Malapetaka Lima Belas Januari). Tahun angkatan gerakan ini menolak produk Jepang dan sinisme terhadap warga keturunan.
Kota Jakarta masih menjadi barometer pergerakan mahasiswa nasional, tokoh mahasiswa yang mencuat pada gerakan mahasiswa  seperti Hariman Siregar, sedangkan mahasiswa yang gugur dari peristiwa ini adalah Arif Rahman Hakim.

Gerakan Mahasiswa Tahun 1980-an.

Gerakan pada era ini tidak popular, karena lebih terfokus pada perguruan tinggi besar saja. Puncaknya tahun 1985 ketika Mendagri (Menteri Dalam Negeri). Saat itu Rudini berkunjung ke ITB. Kedatangan Mendagri disambut dengan Demo Mahasiswa dan terjadi peristiwa pelemparan terhadap Mendagri. Buntutnya Pelaku pelemparan yaitu Jumhur Hidayat terkena sanksi DO (Droup Out) oleh pihak ITB. Pada pemilu  2004 lalu Jumhur menjabat sebagai Sekjen Partai Serikat Indonesia / PSI).

Gerakan Mahasiswa Tahun 1990-an

Isu yang diangkat pada Gerakan era ini sudah mengkerucut, yaitu penolakan diberlakukannya terhadap NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus / Badan Kordinasi Kampus). NKK/BKK ini membekukan Dewan Mahasiswa (DEMA/DM) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM).

Pemberlakuan NKK/BKK mengubah format organisasi kemahsiswaan dengan melarang Mahasiswa terjun ke dalam politik praktis, yaitu dengan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0457/0/1990 tentang Pola Pembinaan dan Pengembangan Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi, dimana Organisasi Kemahasiswaan pada tingkat Perguruan Tinggi bernama SMPT (senat mahasiswa perguruan tinggi).
Organisasi kemahasiswaan seperti ini menjadikan aktivis mahasiswa dalam posisi mandul, karena pihak rektorat yang notabane perpanjangan pemerintah (penguasa) lebih leluasa dan dilegalkan untuk mencekal aktivis mahasiswa yang berbuat “over”, bahkan tidak segan-segan untuk men-DO-kan. Mahasiswa hanya dituntut kuliah dan kuliah saja.
Baca Juga:  Tolak Pilar Kebangsaan, Mahasiswa UBK Sambangi MPR RI
Di kampus intel-intel berkeliaran, pergerakan mahasiswa dimata-matai. Maka tidak heran jika misalnya hari ini menyusun strategi demo, besoknya aparat sudah siap siaga. Karena banyak intel berkedok mahasiswa.

Pemerintah Orde Baru pun menggaungkan opini adanya pergerakan sekelompok orang yang berkeliaran di masyarakat dan mahasiswa dengan sebutan OTB (organisasi tanpa bentuk). Masyarakat pun termakan dengan opini ini karena OTB ini identik dengan gerakan komunis.

Sikap kritis mahasiswa terhadap pemerintah tidak berhenti pada diberlakukannya NKK/BKK, jalur perjuangan lain ditempuh oleh para aktivis mahasiswa dengan memakai kendaraan lain untuk menghindari sikap refresif Pemerintah, yaitu dengan meleburkan diri dan aktif di Organisasi kemahasiswaan ekstra kampus seperti PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), PMKRI (Pergerakan Mahasiswa Katholik Republik Indoenesia) atau yang lebih dikenal dengan kelompok Cipayung.

Gerakan Mahasiswa Tahun 1998

Gerakan mahasiswa era sembilan puluhan mencuat dengan tumbangnya Orde Baru dengan ditandai lengsernya Soeharto dari kursi kepresidenan, tepatnya pada tanggal 12 mei 1998.

Gerakan mahasiswa tahun sembilan puluhan mencapai klimaksnya pada tahun 1998, diawali dengan terjadi krisis moneter di pertengahan tahun 1997. Harga-harga kebutuhan melambung tinggi, daya beli masyarakat berkurang.

Mahasiswa kemudian mulai gerah dengan penguasa ORBA, tuntutan mundurnya Soeharto menjadi agenda nasional gerakan mahasiswa. Ibarat gayung bersambut, gerakan mahasiswa dengan agenda reformasi  mendapat simpati dan dukungan yang luar biasa dari rakyat.
Mahasiswa menjadi tumpuan rakyat dalam mengubah kondisi yang ada, kondisi dimana rakyat sudah bosan dengan pemerintahan yang terlalu lama 32 tahun. Politisi diluar kekuasaan pun menjadi tumpul karena terlalu kuatnya lingkar kekuasaan, dan dikenal dengan sebutan jalur ABG (ABRI, Birokrat, dan Golkar).
Simbol Rumah Rakyat yaitu Gedung DPR/MPR menjadi tujuan utama mahasiswa dari berbagai kota di Indonesia. Seluruh komponen mahasiswa dengan berbagai atribut almamater dan berbagai kelompok tumpah ruah di Gedung Dewan.

Tercatat FKSMJ (Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta), FORBES (Forum Bersama), KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) dan FORKOT (Forum Kota) bersatu untuk satu tujuan yakni turunkan Soeharto.. Sungguh aneh dan luar biasa, elemen mahasiswa yang berbeda paham dan aliran dapat bersatu.
Memang lengser nya Soeharto seolah menjadi tujuan utama pada gerakan mahasiswa sehingga ketika pemerintahan berganti, isu utama kembali kepada kedaerahan masing-masing.

Reformasi  terus bergulir, perjuangan mahasiswa tidak akan pernah berhenti sampai disini. Perjuangan dari masa ke masa akan tumbuh jika Penguasa tidak berpihak kepada rakyat.

Dari perjalanan gerakan mahasiswa dari masa ke masa ada persamaan ciri dari gerakan mahasiswa angkatan 98 dengan gerakan mahasiswa angkatan lainnya, yaitu : sebagai motor penggerak Pembaharuan dan kepedulian dan Keberpihakan terhadap rakyat.

Sedari dulu hingga hari ini pergerakan yang dilakukan oleh mahasiswa menjadi garda terdepan dalam memerangi ketidakadilan yang ada juga sebagai motor perubahan bangsa Indonesia hingga sampai saat ini, namun sayangnya hari ini banyak mahasiswa yang melupakan peran sesungguhnya sebagai seorang mahasiswa, mereka lupa bahwa tugas ataupun peran mereka hari ini tidak hanya duduk diruang berAC namun juga memiliki peran yang sangat penting untuk perbaikan kerusakan-kerusakan yang ada dinegeri ini, propaganda media pun mereka jadikan acuan berpikir ataupun kerangka berpikir bahwasanya aksi mahasiswa itu adalah hal yang sia-sia dan tak ada gunanya, inilah yang menjadi problematika pergerakan mahasiswa hari ini, dengan banyaknya propaganda media yang menyoroti aksi hanya ketika terjadi kericuhan dan adanya tindakan anarkis semata, namun ketika aksi itu berjalan sebagaimana mestinya mereka seakan-akan tak tau ataupun pura-pura tak tau, seolah-olah memalingkan wajahnya dari aksi yang dilakukan oleh mahasiswa hari ini, dan banyak mahasiswa yang termakan akan propaganda itu dan memilih untuk menjadi mahasiswa yang apatis.

Disini saya ingin mengajak anda untuk memahami apa urgensi dari aksi, gerakan mahasiswa hadir sebagai reaksi situasi atau kondisi sosial yang tidak sehat di mana sudah tidak sesuai dengan harapan bangsan dan cita-cita negara. Dalam gerakan ini tentunya mahasiswalah sebagai pelopor dan motor penggeraknya. Kondisi riil di masyarakat tersebut kemudian diproblemasi untuk menciptakan teori yang berbasis data sampai dengan kegiatan aksi nyata dalam menanggapi problematika tersebut.

Di mana kata urgensinya? Dari latar belakang terciptanya pergerakan mahasiswa ini saja sudah mencerminkan betapa daruratnya sebuah gerakan mahasiswa ini bisa dilakukan. Pasalnya gerakan ini menyangkut harapan dan cita-cita negara yang sudah tidak lagi berjalan secara sehat. Bukan perseorangan atau personal.

Pergerakan mahasiswa ini pada dasarnya adalah sesuatu yang sangat darurat dan harus dilakukan. Lantas demikian kenapa masih ada mahasiswa saat ini menganggap absen dan materi kuliah lebih urgent dibandingkan arah kebijakan bangsa yang sedang kacau?
Memang ada suatu masa ketika kita ikut kelas terlebih dahulu dikarenakan ada Ujian Tengah Semester atau jumlah absen kita sudah mencapat angka tiga. Maka kita harus mengikuti kelas, karena belajar merupakan masih bagian tuntutan mahasiswa dan itu merupakan aspek defensifnya.

Namun jika terdapat suatu masa ketika mahasiswa dihadapkan pergi aksi puncak dan pelajaran kelas dan absen masih aman. Maka pilihlah untuk datang memenuhi panggilan harapan rakyat tersebut. Karena rakyat sedanng membutuhkan kapibilitas kita sebagai mahasiswa lebih urgent daripada 1 absen mata kuliah pelajaran yang kita perjuangkan. Maka apabila kita yang berstatus mahasiswa tidak datang untuk ikut menyauarakan keluh kesah rakyat yang tidak didengar oleh pemimpinnya kita belum pantas menjadi seorang mahasiswa.

Bahwasannya kita dapat duduk dibangku universitas negeri berasal dari uang rakyat iti pula. Mulailah berfikir tidak egois bahwa kita tidak hanya terpaku akan masalah-masalah internal diri sendiri sesekali cobalah tengok ke masalah yang lebih luas, barangkali anda menemukan jawaban atas masalah-masalah kenapa pendidikan anda mahal, kenapa sistem pendidikan kita seperti ini, kenapa di mall banyak orang asing ketimbang pribuminya?
Komersialisasi pendidikan sebagai dampak neoliberalisasi memang telah membawa pergerakan mahasiswa menjadi melempem. Biaya pendidikan yang mahal, Mahasiswa dituntut untuk cepat lulus atau di DO telah membuat paradigm berfikir mahasiswa untuk focus akan akademiknya ingin cepat-cepat lulus. Akhirnya terbentuklah mahasiswa yang pragmatis, apatis adau hedonis. Padahal kita tidak tahu apakah ketika lulus dengan pengalaman yang minim tanpa pernah terjun ke masyarakat mereka akan menjadi seorang pekerjakah atau hanya akan menambah jumlah pengangguran di Indonesia? Hal ini merupakan bentuk tidak langsung dari dikebirinya pergerakan mahasiswa seperti NKK/BKK di era orde baru hanya saja dipoles,diperhalus dengan dalih akademik paling utama.

Memang untuk menjalankan semua itu dibutuhkan naluri kepahlawanan, keberanian dan kesabaran. Ketiga hal ini merupakan senjata bagi seorang mahasiswa untuk tetap berjalan menapaki jalan juang cinta para aktivis. Bahwa sanya tanpa naluri kepahlawanan seseorang akan membuat tantangan perubahan di setiap zaman menjadi sebuah beban berat dan lebih memilih menghindar bahkan rela dirinya termakan masalah di zaman tersebut. Akan tetapi apabila seseorang yang memiliki naluri kepahlawanan akan menganggap  masalah  setiap zaman tersebut sebagai sesuatu yang harus diselesaikan dan dirubah ke arah yang baik.

Kemudian naluri kepahlawanan tersebut ditopang dengan keberanian. Pasalnya keberanianlah yang membuat kita mampu bergerak. Ada keberanian pasti ada resiko yang kita ambil, resiko adalah pajak keberanian.  jika di sini entah absen kita bertambah atau nilai kita yang berkurang. Namun keberanianlah yang membuat kepahlawanan seseorang menjadi nyata. Kita bisa melihat berbagai ayat Allah dan hadits Rasulullah yang memuji orang-orang yang pemberani. Maka benarlah orang-orang yang berjihad dan rela mati di jalan Allah. 

Bahwa Hadist rasulullah bersabda
"Sesungguhnya pintu-pintu surga itu
berada di bawah naungan pedang?"

Kesabaran adalah oksigen yang akan terus memberikan nafas pergerakan terhadap keberanian. Bahwasannya kesabaranlah yang akan menentukan lama tidaknya keberanian terhadap diri seseorang. Kesabaranlah yang akan menyuplai pemberani agar mampu membayar pajak berupa resiko. Banyak pemberani yang tidak dapat mengakhiri sebagai pemberani hanya karna kesabarannya hilang. 

Maka benarlah ayat Allah dalam surat As Sadjah : 24

"Dan Kami jadikan di antara mereka sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka bersabar. Dan adalah mereka selalu yakin dengan ayat-ayat Kami."


Benarlah isi dari surat al anfal : 65 :

"...Jika ada di antara kamu dua puluh orang penyabar, niscaya mereka akan mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada di antara kamu seratus orang (penyabar), niscaya mereka akan mengalahkan seribu orang kafir. "


Pada akhirnya adalah pergerakan mahasiswa sebagai usaha untuk mengemnbalikan kebijakan yang merugikan menjadi menguntungkan masyarakat sangat penting dan darurat untuk dilakukan. Hanya saja tinggal bagaimana mahasiswa mau menyikapinya. Dibutuhkan sebuah naluri kepahlawanan, keberanian dan kesabaran.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pernah berkata dalam salah satu pidatonya, dia mengatakan ada empat tipe pemuda:

Pertama, dia pintar tapi tidak peduli, ini banyak banget teman-teman saya cerdas tapi malu jadi orang Indonesia kadang-kadang, ada masalah juga nggak peduli, hidupnya sendiri aja, yang penting tajir sendiri, heboh sendiri, sukses sendiri.

Kedua, dia tidak pintar tapi peduli, ini sering dibohongin demo, dibayar nasi bungkus, ditanyain demonya tentang apa nggak ngerti, pokoknya disuruh aja, saya kan peduli.

Ketiga, tipe pemuda paling parah sudah tidak pintar, tidak peduli, nah itu preman-preman musuh masyarakat.

Keempat, Pemuda yang sudah pintar tapi juga peduli, kenapa harus pintar? Ya kita harus bersaing, kenapa harus peduli? Ya Indonesia banyak masalah, misalnya saya tinggal diamerika selama 5 tahun, saya cukup pintar saja, tidak terlalu peduli, karena negaranya sudah beres urusan-urusan dasarnya, tapi takdirnya saya ini orang Indonesia problemnya masih banyak.

Aksi merupakan salah satu bentuk kepedulian kita terhadap problematika yang terjadi di Indonesia hari ini, dan Aksi juga bisa menjadi solusi, karena sedari dulu aksi merupakan bentuk gerakan perubahan yang telah menjadi darah perjuangan bagi pemuda terutama mahasiswa, mari kita menjadi pemuda yang cerdas yang tak mudah termakan propaganda negatif terhadap pergerakan mahasiswa hari ini, mari kita menjadi tipe pemuda keempat yaitu Pemuda yang pintar namun juga peduli, jangan pernah menutup wajah kita sebagai mahasiswa ketika ada seruan aksi oleh mahasiswa, juga jangan sampai kitalah yang menjadi pelopor kematian dari Pergerakan mahasiswa ini, mari kita dukung bersama dan menjadi garda terdepan dalam berbagai bentuk problematika kehidupan hari ini, karena aksi merupakan bentuk kepedulian kita terhadap problematika kehidupan yang terjadi di negara kita sebagaimana dahulu para pewaris peradaban yang telah menggoreskan tinta perjuangan dan perubahan bangsa Indonesia.

Ketika kita sendiri maka kita sedang membaca, Ketika kita berdua maka kita sedang berdiskusi, Ketika kita bertiga maka jadilah sebuah aksi.

"Hanya ada dua pilihan: menjadi apatis atau mengikuti arus. Tapi, aku memilih untuk jadi manusia merdeka."

-Soe hok gie-



Komentar